Bentuk-bentuk Mekanisme pertahanan :
1. Represi
Represi merupakan paling dasar diantara mekanisme
lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan
perasaan yang mengancam. Represi terjadi secara tidak disadarai.7
Ini merupakan sarana pertahanan yang biasa mengusir pikiran serta perasaan yang
menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran.2 Mekanisme represi
secara tidak sadar menekan pikiran keluar pikiran yang mengganggu, memalukan
dan menyedihkan dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar.
Bila seseorang bersama-sama dengan saudaranya
mengalami sesuatu kecelakaan dan saudaranya kemudian meninggal maka oia merasa
“lupa” terhadap kejadian tersebut. Dengan cara hynosis atau suntikan
Phenobarbital, pengalaman yang direpresi itu dapat dipanggil (di”recall”) dari
alam tak sadar kealam sadar.
Represi mungkin tidak sempurna bila itu yang terjadi
maka hal-hal yang direpresikan akan muncul ke dalam impian, angan-angan,
lelucon dan keseleo lidah. Menurut Freud, represi merupakan mekanisme
pertahanan yang penting dalam terjadinya neurosis.
2. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari;
pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang;
kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya.6 Rasa
tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan.4Perlu dibedakan dengan
represi, karena pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar
alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu
berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena terjadinya dengan sengaja, sehingga
ia mengetahui apa yang dibuatnya.
3. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan
primitive. Penyangkalan berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap
kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara melarikan diri
dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain. Penghindaran penyangkalan
aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan menghilangkan data sensoris.
Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan normal maupun patologis.4
Sebagai contoh, mereka tidak mau mengerti bahwa
dirinya berpenyakit yang berbahaya, menutup mata karena tidak mau melihat
sesuatu yang ngeri, tidak mau memikirkan tentang kematian, tidak mau menerima
anaknya yang terbelakang dan sebagainya.1,2
4. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang
dihasilkannya adalah dirasakan dan ditanggapi seakan-akan berasal dari luar
diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk waham yang jelas tentang
kenyataan eksternal, biasanya waham kejar, dan termasuk persepsi persaan
diri sendiri dalam orang lain dan tindakan selanjutnya terhadap persepsi (waham
paranoid psikotok). Impuls mungkin berasal dari id atau superego (tuduhan
halusinasi) tetapi dapat mengalami tranformasi dalam proses. Jadi menurut
analisis Freud tentang proyeksi paranoid, impuls libido, homoseksual dirubah
menjadi rasa benci dan selanjutnya diproyeksikan kepada sasaran impuls
homoseksual yang tidak dapat diterima.4 Proyeksi merupakan usaha
untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan
yang tidak baik. Misalnya presentasi olah raga yang kurang baik dengan alasan
sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya sentiment. Mekanisme
proyeksi ini digunakan oleh pasien yang menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.
5. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita
yang yang tak dapat diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan
menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi.2
Orang yang mempunyai dorongan kuat untuk berkelahi disalurkan dalam olah raga
keras misalnya bertinju. Dokter yang agresif disalurkan menjadi dokter ahli
bedah, mengisap permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari.5
6. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi mencegah
keinginan yang berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara melebih-lebihkan
sikap dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan untuk
dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri hati terhadap adiknya, ia
memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu sangat menyayangi secara
berlebihan. Contoh lain seorang yang secara fanatik melarang perjudian dan
kejahatan lain dengan maksud agar dapat menekan kecendrungan dirinya sendiri ke
arah itu.
7. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang menerima dan
memasukkan ke dalam penderiannya berbagai aspek keadaan yang akan mengancamnya.
Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu seseorang anak belajar mematuhi dan
menerima serta kan menjadi milikinya beberapa nilai serta peraturan masyarakat.
Lalu ia dapat mengendalikan prilakunya dan dapat mencegah pelanggaran serta
hukuman sebagai akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter maka
banyak orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai
perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
8. Pengelakan atau salah pindah
(Displacement)
Terjadi apabila kebencian terhadap seseorang
dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang atau obyek lain yang kurang
membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya dielakkan atau
dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik yang distruktif dan
desus-desus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan cara yang terselubung
dalam menyatakan perasaan permusuhan.
9. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk membuktikan bahwa
prilakunya itu masuk akal (rasional) dan dapat disetujui oleh dirinya sendiri
dan masyarakat. Contohnya membatalkan pertandingan olah raga dengan alasan
sakit dan akan ada ujian, padahal iya takut kalah. Melakukan korupsi dengan
alasan gaji tidak cukup.
10. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu
ide atau obyek digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering
dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar. Menulis
dengan tinta merah merupakan symbol dari kemarahan. Demikian pula warna
pakaian, cara bicara, cara berjalan, tulisan dan sebagainya merupakan
simbol-simbol yang tak disadarai oleh orang yang bersangkutan.
11. Konversi
Konversi merupakan proses psikologi dengan menggunakan
mekanisme represi, identifikasi, penyangkalan, pengelakan dan simbolis. Suatu
konflik yang berakibat penderitaan afek akan dikonversikan menjadi
terhambatannya fungsi motorik atau sensorik dalam upayanya menetralisasikan
pelepasan afek. Dengan paralisis atau dengan gangguan sensorik, maka konflik
dielakkan dan afek ditekan. Hambatan fungsi merupakan symbol dari keinginan
yang ditekan. Seringkali konversi memiliki gejala atas dasar identifikasi.
12. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk menambah rasa percaya
diri dengan menyamakan diri dengan orang lain atau institusi yang mempunyai
nama. Misalnya seseorang yang meniru gaya orang yang terkenal atau
mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya atau daerahnya yang maju.
13. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke tingkat
perkembangan yang lebih rendah dengan respons yang kurang matang dan biasanya
dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ; anak yang sudah besar mengompol atau
mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak kecil agar keinginannya dipenuhi.
14. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi kelemahan
dengan menonjolkan sifat yang diinginkan atau pemuasan secara frustasi dalam
bidang lain. Kompensasi ini dirangsang oleh suatu masyarakat yang bersaing.
Karena itu yang bersangkutan sering membandingkan dirinya dengan orang lain.
Misalnya karena kurang mampu dalam pelajaran di sekolah dikompensasiakan dalam
juara olah raga atau sering berkelahi agar ditakuti.7
15. Pelepasan
(Undoing)
Pelepasan merupakan upaya untuk menembus sehingga dengan
demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak bermoral. Contohnya,
misalnya seorang pedagang yang kurang sesuai dengan etika dalam berdagang akan
memberikan sumbangan sumbangan besar untuk usaha social.
16. Penyekatan
Emosional (Emotional Insulation)
Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang
mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat
menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan. Sebagai contoh, melindungi diri
terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara menyerah dan menjadi orang yang
menerima secara pasif apa saja yang terjadi dalam kehidupan.
17. Isolasi
(Intelektualisasi dan disosiasi)
Isolisasi merupakan bentuk penyekatan emosional.
Misalnya bila orang yang kematian keluarganya maka kesedihan akan dikurangi
dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang sudah tidak menderita
lagi” dan sambil tersenyum.
18. Pemeranan
(Acting out)
Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat mengurangi
kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan yang terlarang dengan
membiarkan ekspresinya dan melakukannya. Dalam keadaan biasa, hal ini tidak
dilakukan. Kecuali bila orang tersebut lemah dalam pengendalian kesusilaannya.
Dengan melakukan perbuatan tersebut, maka akan dirasakan sebagai meringankan
agar hal tersebut cepat selesai.
Daftar Pustaka :
Mekanisme pertahanan ego. http://id.wikipedia.org/wiki/Mekanisme_pertahanan_ego
tanggal 9 Juli 2009
Mekanisme pertahanan diri. http://rizkyp13.multiply.com/journal/item/71/Mekanisme
pertahanan_Diri_tanggal 9 Juli 2009
Sistem pertahanan ego http://psikologiupi.blogspot.com
/2008/09/system-pertahanan-ego-yang-wajib-di.html tanggal 9 juli 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar