Jumat, 01 Maret 2013

Latar Belakang dan Dampak Poligami

1. Berikut ini contoh latar belakang seseorang melakukan poligami;

a.       Kepercayaan atau Agama
Manusia adalah makhluk berpikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain. Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang salah satu sebabnya adalah karena tingkat pendalaman dan pemahaman terhadap agama. Dan sebagian pelaku poligami adalah orang yang taat dan paham terhadap agama, khususnya agama Islam. Menurut Aj-Jahrani (1996) Islam rnembolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan yang ditetapkan bagi tuntutan kehidupan. Poligami untuk diterima tanpa keraguan demi kebahagian seorang mukmin didunia dan di akherat. Islam tidak menciptakan aturan poligami dan tidak mewajibkan umatnya untuk melaksanakan poligami. Islam datang untuk mengatur poligami yang telah jauh sebelum Islam datang. Tujuan semua itu adalah untuk memelihara hak-hak wanita, memelihara kemuliaan mereka yang dahulu terabaikan karena poligami yang tanpa ikatan, persyaratan, dan jumlah tertentu.

b.      Dorongan Seksual
Susunan jasmani wanita dan pria berbeda satu sama lain. Pria memiliki masa subur hingga usia 70 tahun dari sejak baligh, sedangkan wanita hanya bisa mengandung hingga usia 50 tahun. Daya seksual yang dimiliki sebagian besar laku-laki cukup tinggi sehingga membuatnya tidak dapat monogami, baik karena kelemahan istrinya dimana sang istri memiliki masa-masa yang melemahkan aspek seksualnya seperti kehamilan, nifas yang dapat mencapai empat puluh hari dan haidh yang biasanya lebih dari empat hari. Hal ini dapat membuat suami tidak dapat menyalurkan naluri seksualnya.

Secara psikologis lelaki memiliki ketertarikan terhadap wanita lain bila dirasa pasangannya tidak memilikinya seperti tidak seksi atau menarik dan tingkat kepuasan dalam berhubungan suami istri rendah hal ini akan lebih memicu dorongan seksualnya. Oleh karena itu sebagian orang menjadikan poligami sebagai solusi untuk menjaga kehormatannya. Nando Pelusi, seorang psikolog klinis, menemukan bahwa manusia seringkali menciptakan ‘asuransi cinta’ bagi dirinya. 

Yaitu, mendekati atau sekedar memikirkan orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi pasangan dirinya, sebagai cadangan jika hubungan yang telah dimiliki manusia itu saat ini kandas. Bahkan, ditemukan bahwa ternyata banyak pemakai jasa layanan pencari pasangan di internet (online dating) sebenarnya sudah berada dalam ikatan pernikahan.

Alasan dari perilaku ini diperkirakan adalah warisan dari evolusi. Manusia, demi memastikan agar dirinya dapat berreproduksi, akan membawa dirinya sejauh mungkin dari kemungkinan tidak memiliki pasangan. Artinya, memiliki ikatan cinta dengan seseorang rupanya tidak cukup untuk membuat seorang manusia merasa aman. Dia tetap merasa harus memiliki ‘jaring pengaman’ andaikata dia terlepas dari hubungan ini.
c.       Untuk Memperoleh Keturunan
Banyaknya keturunan dapat memberikan rasa bangga terhadap suami. Dalam beberapa kisah nyata pelaku poligami adalah suami dengan istri mandul atau tidak dapat lagi memberikan keturunan, sehingga memutuskan untuk menikahi istri yang lain dengan harapan darinya dapat memperoleh keturunan. Ada kalanya praktek poligami ini di dukung oleh istrinya untuk mencarikan atau menawarkan seorang istri pada suaminya.

d.      Presentase Wanita yang Banyak
Berbagai sensus menunjukkan bahwa presentase perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Jika zaman dahulu populasi wanita yang tinggi diakibatkan peperangan, kini tingginya populasi wanita disebabkan oleh kelahiran wanita dan pendeknya usia laki-laki. Hal ini menjadi alasan sebagian orang melakukan poligami demi mencegah kerusakan moral dan penyelewengan-penyelewengan oleh wanita-wanita tersebut.

2.      Dampak Poligami terhadap Anggot Keluarga
a.       Membangun Konsep Diri
Sebagian dari kali wanita yang taat menjalankan agama akan lebih ringan menjalankan rumah tangga dengan poligami dibandingkan wanita biasa, karena seperti daftar komponen-komponen pada buku The Encyclopedia of Philosophy yang berpendapat bahwa agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) salah satu dari delapan komponen itu adalah konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan. Maka wanita yang taat dan berorientasi pada Tuhan akan lebih membangun atau menemukan konsep dirinya, atau mungkin malah jatuh karena ketidaksanggupannya.

b.      Merasa Tidak Dihargai
Wanita cenderung terkena depresi dua kali lipat dibanding pria. Salah satu penyebabnya adalah cenderung mengkritik diri sendiri, terlebih mereka akan merasa sangat bernilai ketika berhubungan atau dicintai orang lain. Jika sang wanita merasa hubungannya gagal dengan sang suami dengan anggapan bahwa dirinya tidak cukup memuaskan sang suami sehingga memutuskan poligami maka wanita tersebut akan rentan dengan depresi, merasa dirinya tidak berharga.

c.       Menumbuhkan Rasa Sayang dan Toleransi
Poligami menciptakan sebuah sistem keluarga yang lebih kompleks, keadilan sang suami dan kepatuhan sang istri adalah kunci utama. Jika terjadi komunikasi yang selarasan antara istri yang satu dengan yang lain maka poligami akan membuahkan hasil yang indah dan harmonis. Darinya akan menumbuhkan rasa sayang satu sama lain serta bertoleransi. Pengaruh ini juga akan berdampak baik terhadap anak-anak dimana mereka tidak lagi peduli dari ibu yang mana dia dilahirkan karena dengan keadaan harmonis semua istri ayahnya adalah ibu bagi mereka.

d.      Menimbulkan Rasa Benci dan Trauma
Poligami yang tidak sesuai dengan hukum syar’i akan menciptakan hubungan yang tidak sehat dalam keluarga, hal tersebut akan menjadi faktor rusaknya lembaga perkawinan yang merupakan pukulan dan dapat menghancurkan mental anak, sebab poligami akan merampas perlindungan dan ketentraman anak yang masih berjiwa bersih. Komunikasi yang buruk, pilih kasih, ketidakpekaan dan lainnya dapat menimbulkan luka, kecewa, cemburu dan tidak percaya terhadap orangtuanya. Akan menumbuhkan benih-benih benci antara istri yang satu dengan yanu dengan lain, maupun anak-anak, akan muncul sikap agresif dan permusuhan. Tidak jarang juga menimbulkan trauma terhadap perkawinan ketika anak yang hidup di dalam keluarga poligami dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar