1. Berikut ini contoh latar
belakang seseorang melakukan poligami;
a. Kepercayaan atau Agama
Manusia
adalah makhluk berpikir dan merasa serta berkehendak
dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa
menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan
dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain. Tetapi apa makna agama secara
psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap
orang salah satu sebabnya adalah
karena tingkat pendalaman dan pemahaman terhadap agama. Dan sebagian pelaku poligami adalah orang yang
taat dan paham terhadap agama, khususnya agama Islam. Menurut
Aj-Jahrani (1996) Islam rnembolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan yang
ditetapkan bagi tuntutan kehidupan. Poligami untuk diterima tanpa keraguan demi
kebahagian seorang mukmin didunia dan di akherat. Islam tidak
menciptakan aturan poligami dan tidak mewajibkan umatnya untuk melaksanakan
poligami. Islam datang untuk mengatur poligami yang telah jauh sebelum Islam
datang. Tujuan semua itu adalah untuk memelihara hak-hak wanita, memelihara
kemuliaan mereka yang dahulu terabaikan karena poligami yang tanpa ikatan,
persyaratan, dan jumlah tertentu.
b.
Dorongan Seksual
Susunan
jasmani wanita dan pria berbeda satu sama lain. Pria memiliki masa subur hingga
usia 70 tahun dari sejak baligh, sedangkan wanita hanya bisa mengandung hingga
usia 50 tahun. Daya seksual yang dimiliki sebagian besar laku-laki cukup tinggi
sehingga membuatnya tidak dapat monogami, baik karena kelemahan istrinya dimana
sang istri memiliki masa-masa yang melemahkan aspek seksualnya seperti
kehamilan, nifas yang dapat mencapai empat puluh hari dan haidh yang biasanya
lebih dari empat hari. Hal ini dapat membuat suami tidak dapat menyalurkan
naluri seksualnya.
Secara
psikologis lelaki memiliki ketertarikan terhadap wanita lain bila dirasa
pasangannya tidak memilikinya seperti tidak seksi atau menarik dan tingkat
kepuasan dalam berhubungan suami istri rendah hal ini akan lebih memicu
dorongan seksualnya. Oleh karena itu sebagian orang menjadikan poligami sebagai
solusi untuk menjaga kehormatannya. Nando Pelusi,
seorang psikolog klinis, menemukan bahwa manusia seringkali menciptakan
‘asuransi cinta’ bagi dirinya.
Yaitu, mendekati atau sekedar memikirkan
orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi pasangan dirinya, sebagai
cadangan jika hubungan yang telah dimiliki manusia itu saat ini kandas. Bahkan,
ditemukan bahwa ternyata banyak pemakai jasa layanan pencari pasangan di
internet (online dating) sebenarnya sudah berada dalam ikatan pernikahan.
Alasan dari perilaku ini diperkirakan adalah warisan dari evolusi.
Manusia, demi memastikan agar dirinya dapat berreproduksi, akan membawa dirinya
sejauh mungkin dari kemungkinan tidak memiliki pasangan. Artinya, memiliki
ikatan cinta dengan seseorang rupanya tidak cukup untuk membuat seorang manusia
merasa aman. Dia tetap merasa harus memiliki ‘jaring pengaman’ andaikata dia
terlepas dari hubungan ini.
c. Untuk Memperoleh Keturunan
Banyaknya
keturunan dapat memberikan rasa bangga terhadap suami. Dalam beberapa kisah
nyata pelaku poligami adalah suami dengan istri mandul atau tidak dapat lagi
memberikan keturunan, sehingga memutuskan untuk menikahi istri yang lain dengan
harapan darinya dapat memperoleh keturunan. Ada kalanya praktek poligami ini di
dukung oleh istrinya untuk mencarikan atau menawarkan seorang istri pada
suaminya.
d. Presentase Wanita yang Banyak
Berbagai
sensus menunjukkan bahwa presentase perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Jika
zaman dahulu populasi wanita yang tinggi diakibatkan peperangan, kini tingginya
populasi wanita disebabkan oleh kelahiran wanita dan pendeknya usia laki-laki. Hal
ini menjadi alasan sebagian orang melakukan poligami demi mencegah kerusakan
moral dan penyelewengan-penyelewengan oleh wanita-wanita tersebut.
2. Dampak Poligami terhadap Anggot Keluarga
a. Membangun Konsep Diri
Sebagian dari kali wanita yang taat menjalankan agama akan lebih ringan menjalankan rumah tangga dengan poligami dibandingkan wanita biasa, karena seperti daftar komponen-komponen pada buku The Encyclopedia of Philosophy yang berpendapat bahwa agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) salah satu dari delapan komponen itu adalah konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan. Maka wanita yang taat dan berorientasi pada Tuhan akan lebih membangun atau menemukan konsep dirinya, atau mungkin malah jatuh karena ketidaksanggupannya.
b.
Merasa Tidak
Dihargai
Wanita
cenderung terkena depresi dua kali lipat dibanding pria. Salah satu penyebabnya
adalah cenderung mengkritik diri sendiri, terlebih mereka akan merasa sangat
bernilai ketika berhubungan atau dicintai orang lain. Jika sang wanita merasa
hubungannya gagal dengan sang suami dengan anggapan bahwa dirinya tidak cukup
memuaskan sang suami sehingga memutuskan poligami maka wanita tersebut akan
rentan dengan depresi, merasa dirinya tidak berharga.
c.
Menumbuhkan
Rasa Sayang dan Toleransi
Poligami
menciptakan sebuah sistem keluarga yang lebih kompleks, keadilan sang suami dan
kepatuhan sang istri adalah kunci utama. Jika terjadi komunikasi yang selarasan
antara istri yang satu dengan yang lain maka poligami akan membuahkan hasil
yang indah dan harmonis. Darinya akan menumbuhkan rasa sayang satu sama lain
serta bertoleransi. Pengaruh ini juga akan berdampak baik terhadap anak-anak
dimana mereka tidak lagi peduli dari ibu yang mana dia dilahirkan karena dengan
keadaan harmonis semua istri ayahnya adalah ibu bagi mereka.
d. Menimbulkan Rasa Benci dan Trauma
Poligami yang tidak
sesuai dengan hukum syar’i akan menciptakan hubungan yang tidak sehat dalam
keluarga, hal tersebut akan menjadi faktor rusaknya lembaga perkawinan yang
merupakan pukulan dan dapat menghancurkan mental anak, sebab poligami akan
merampas perlindungan dan ketentraman anak yang masih berjiwa bersih. Komunikasi yang buruk, pilih kasih, ketidakpekaan
dan lainnya dapat menimbulkan luka, kecewa, cemburu dan tidak percaya terhadap
orangtuanya. Akan menumbuhkan benih-benih benci antara istri yang satu dengan
yanu dengan lain, maupun anak-anak, akan muncul sikap agresif dan permusuhan.
Tidak jarang juga menimbulkan trauma terhadap perkawinan ketika anak yang hidup
di dalam keluarga poligami dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar