Rabu, 13 Februari 2013

Penanganan dan Rehabilitas Prostitusi



Prostitusi merupakan masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkat peradaban. Usaha penangan prostitusi sangat sukar dan memerlukan waktu dan proses yang panjang serta memerlukan biaya yang besar Secara garis besar, usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua yaitu
1.  Usaha Preventif
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha tersebut antara lain berupa :
a. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
b. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohania, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religious dan norma kesusilaan.
c. Menciptakan bermacam-macam kesibukkan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya.
d.  Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.
e. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
f. Pembentukkan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat local untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau penyebaran pelacuran
g. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks
h.  Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

2.  Usaha Represif dan Kuratif
Usaha represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas), dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar.

Usaha represif dan kuratif tersebut antara lain :
a. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitute serta lingkungan.
b.  Untuk mengurangi pelacuran, disahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resolusi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif.
c. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila terkena razia disertai pembinaan yang sesuai.
d. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitute dan lingkungannya.
e. Menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran.
f. Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tunasusila.
g.  Mencarikan pasangan hidup yang permanen atau suami bagi para wanita tunasusila untuk membawa mereka ke jalan yang benar.
Mengikutsertakan ex-WTS dalam usaha transmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kerja bagi kaum wanita.

salam, calon psikolog

Lokalisasi Sunan Kuning Semarang

Nama                          : Lokalisasi Sunan Kuning (Dulu Sunan Aking)
Alamat                       : Argorejo, Kalibanteng Kulon, Semarang Barat.
  RT 002 RW 4 (arah bandara Ahmad Yani)
Berdiri Sejak              : 1986
Jumlah Muchikari       : 158
Jumlah WSK              : 759
Lembaga Masyarakat : Griya Asa

Selain sebagai kota pengirim, Semarang juga merupakan kota transit dan penerima. Kasus pornografi, kendati kasus-kasus yang terjadi tidak menonjol atau belum banyak terungkap, juga telah terjadi di Semarang yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya. (Hening, 2007) Lembaga pendamping pekerja seks komersial di Semarang, Griya ASA PKBI, memastikan jumlah pekerja seks yang terindikasi mengidap HIV/AIDS di kota itu hampir 2.000 orang. Mereka tersebar di beberapa lokalisasi, terutama di Sunan Kuning. Sedangkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Semarang baru menemukan sebanyak 1.981 kasus HIV di daerahnya sejak tahun 1995 hingga Juli 2012.

Untuk tahun 2012 ini, hingga Juli baru ditemukan 270 orang yang positif HIV. Sedangkan tahun 2011 dan 2010 masing-masing ditemukan 427 orang dan 287 orang.
Pelaksana tugas (Plt) Dinas Kesehatan Kota Semarang ini menambahkan, dari 1.981 kasus HIV secara kumulatif sejak 1995 hingga Juli 2012 itu masih didominasi pelanggan pekerja seks (PS) sebanyak 43 persen, wanita pekerja seks sebanyak 13 persen, pasangan resiko tinggi 17 persen, lain-lain sebanyak 19 persen.

Selain itu terdapat program kesehatan di Lokalisasi Sunan Kuning, seperti : (1) Pada lokalisasi tersebut sudah terdapat program penyuluhan baik dari Puskesmas, (2) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Polsek, Dinas Sosial serta (3) Sebagian para pelanggan menggunakan alat pengaman yang telah disediakan oleh pengelola lokalisasi, (4) Adanya pemeriksaan kesehatan dan laboratorium pada pekerja seks komersial dilokalisasi Sunan Kuning Semarang setiap enam bulan sekali, serta setiap dua bulan sekali dilakukan pemeriksaan infeksi menular seksual (IMS), (5) Setiap harinya apabila terdapat keluhan para pekerja seks komersial dilokalisasi di lokalisasi Sunan Kuning Semarang langsung memeriksakan diri ke laboratorium ASA (Anti Stop Aids).

HASIL OBSERVASI
Pengambilan data observasi dilakukan di lokalisasi, yang berada di lokaliasasi Sunan Kuning. Observasi dilakukan pada hari Jumat, 21 Desember 2012 sekitar pukul 14.00 dengan kondisi hujan. Observer mengobservasi mengenai lingkungan dan perilaku di dalam lokalisasi Sunan Kuning yang muncul dari para Wanita Pekerja Seksual (WPS).
                
Observer memilih lokalisasi Sunan Kuning sebab lokalisasi ini disebut sebagai kawasan lokalisasi percontohan di Indonesia (Suara Merdeka.com, 2012). Dan dikatakan bahwa pengunjung Sunan Kuning rata-rata setiap harinya mencapai seribu orang, khusus akhir pekan dapat mencapai 2000 orang (Suara Merdeka.com, 2012) Hal ini mendorong observer untuk mencari tahu fenomena-fenomena yang muncul di lingkungan Sunan Kuning.
Observer melakukan observasi non-partisipan, dimana dalam proses observasi, observer berperan sebagai pengamat dan peneliti tidak bersinggungan dengan para WTS. Observer berinteraksi dengan salah satu pengurus Griya Asa.

Observer melakukan model pencatatan naratif dan rating scale. Pertama observer memakai pencatatan naratif, yaitu observer mencatatat apapun yang dilihat oleh observer dengan deskripsinya. Kedua, model pencatatan observasi dengan rating sclae, dimana observer mengobservasi dan menandai (check) pada lembar observasi sesuai dengan aitem-aitem yang telah dibuat.

Menurut observasi dengan menggunakan naratif yang disertai dengan interview menunjukkan bahwa sebagai berikut :

Sunan Kuning pertama kali dibuka pada 1966, pertama kali disebut sebagai Sunan Aking yaitu seorang pangeran namun, disana terdapat kuburang Sunan Kuning, sehingga sampai sekarang disebut sunan kuning. Ketika dibuka pada 1966 di sana hanya terdapat 120 wanita pekerja dan 30 mucikari. Namun lambat laun makin meningkat hingga sekarang.

Sunan Kuning dijadikan tempat lokalisasi dengan WPS yang berusia 18 tahun yang dibuktikan dengan KTP. Selain itu, mereka harus menyerahkan surat ijin dari suami dan pacar apabila mereka memiliki suami, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau kerugian. Para WPS yang ada di Sunan Kuning berasal dari Kendal, Wonosobo, Jepara, Purwodadi, dan dari Semarang. Namun dikatakan Semarang menjadi asal yang paling sedikit.

WPS yang berada di Sunan Kuning sampai saat ini sebanyak 759 orang dengan mucikari sebanyak 158 orang. Mereka biasanya berada pada tiap-tiap wisma atau tempat yang digunakan WPS untuk menginap dan bekerja. Wisma yang berada di Sunan Kuning berjumlah 160 wisma.

Jam kerja WPS umumnya adalah jam tujuh malam hingga larut malam. Semakin malam tamu yang datang semakin banyak. Bayaran yang dikenakan oleh WPS rata-rata 100.00 rupiah setiap ejakulasi, jadi tidak dengan long-term atau short-term. Pekerja WPS biasanya melayani pelanggannya di wisma-wisma namun ada juga WPS yang melayaninya di luar wisma.

Sunan Kuning adalah lokalisasi legal, yang ditunjukkan dengan adanya Surat Keterangan. Sehingga tempat ini memiliki layanan kontrol kesehatan secara periodeik untuk memudahkan usaha resosialisasi dan rehabilitasi. Para WPS mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang disediakan. Dan mereka diharuskan mengikuti kegiatan yang diadakan di sana. Namun ada saja WPS yang tidak mengikuti kegiatan tersebut, biasanya mereka akan diberikan peringatan. Selain itu terdapat kelas-kelas edukatif yang diadakan setiap senin, selasa dan rabu secara bergantian.


Silaban, Rudini fh. 2009. Suatu Penelitian Sosiologi Kriminal : Profil Keberadaan Pekerja Seks Komersil (Psk) Di Sunan Kuning. http://rudini76ban.wordpress.com/2009/06/ /07/% E2%8­0%9C profil- keberadaan-pekerja-seks-komersilpsk-di-sunan-kuning-suatu-penelitian-sosiologi-kriminal%E2%80%9D/. (diakses pada 30 Desember 2012)
Shalahuddin, Odi. 2010. Ditelanjangi, difoto, diintimi. http://www.suaramerdeka.com/ smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=204149 (diakses pada 30 Desember 2012)
Rofiuddin. 2012. 2000 Pelacuran Semarang Terindikasi HIV/AIDS. http://www.tempo. co/read/ news/2012/08/26/058425551/2000-Pelacur-Semarang-Terindikasi-HIVAIDS (diakses pada 30 Desember 2012)
Rofiuddin. 2012. Semarang Baru Temukan 1.981 Positif HIV. Tempo.com. http://www.tem po.co/read/news/2012/08/26/058425551/Semarang-Baru-Temukan-1981 -Positif – HIV (diakses pada 30 Desember 2012)
Syukron, Muhammad. Mewujudkan Lokalisasi Sunan Kuning Sukses Kondom 100 Persen. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/12/01/137063/Mewujudkan-Lokalikasi-Sunan-Kuning-Sukses-Kondom-100-Persen (diakses pada 30 Desember 2012)
Dwisetyo, dkk. 2010. Laporan Manajemen Kegiatan Outreach Program Griya Asa Pkbi Kota Semarang.