Sejarah
Pelacuran
Pada masa lalu pelacuran itu
mempunyai koneksi dengan penyembahan dewa-dewa dan upacara-upacara keagamaan
tertentu. Pada zaman kerajaan Mesir kuno, Phunisia, Assiria, Chalddea, Ganaan
dan di Persia, penghormatan terhadap dewa-dewa Isis, Moloch, Baal, Astrate,
Mylitta, Bacchus dan dewa lain-lain, disertai orgie-orgie. Orgie (orgia) adalah
pesta kurban pada para dewa, khususnya kepada dewa Bacchus yang terdiri dari
atas upacara kebaktian penuh rahasia dan misterius sekali sifatnya, disertai
pesta-pesta makan rakus-rakusan dan mabuk-mabukan secara berlebihan. Orang juga
menggunakan obat-obat pembangkit dan perangsang nafsu birahi untuk melampiaskan
hasrat bersetubuh secara terbuka.
Setelah negara-negara dan
kerajaan-kerajaan mulai berkembang dan saling berperang, maka banyak sekali
tawanan wanita yang dijadikan selir-selir, gundik-gundik, dan penghuni
rumah-rumah pelacuran.
Kekuasaan kaum pria yang luar biasa
pada banyak suku bangsa primitif itu menjadikan pelacuran sebagai sumber
penghasilan bagi para ayah, suami
dan para dewa. Sebab, ayah dan para suami yang dianggap sebagai pemilih wanita,
bisa memperdagangkan dan menyewakan pelayanan,hiburan dan seks (wanita) kepada
banyak laki-laki demi keuntungan para ayah dan suami itu.
Pada zaman Yunani kuno, pelacuran
dikontrol oleh pemerintah dan polisi. Mereka dikumpulkan dalam rumah-rumah
pelacuran yang disebut dicteria.
Control tersebut dimaksudkan agar :
1) Ada
pertanggungjawaban penyelenggaraan,
2) Tidak
merusak moral anak-anak dan pemuda-pemuda,
3) Tidak
melanggar aturan-aturan agama,
4) Tidak
menjadi penghianat negara.
Pada
zaman Roma kuno, pelacuran diawasi dan dikontrol dengan ketat oleh polisi.
Mereka didaftar, mendapat
lisensi dengan bayaran atau cukai, harus memakai pakaian jenis tertentu dan
mengecat rambutnya berwarna kuning. Pelacuran dianggap sebagai penyakit. Namun
karena banyak bangsawan-bangsawan yang selalu terlibat dalam pesta-pesta free
love di tempat pemandian yang terbuat dari pualam di istana-istana megah dengan
banyak pelacur, maka akhirnya larangan perzinaan dan pelacuran dengan
sendirinya menjadi tidak laku lagi.
Jakarta
(pada masa kolonial bernama Batavia) merupakan pusat pemerintahan kolonial
Hindia Belanda, yang sekaligus berperan juga sebagai kota pelabuhan, kota
perdagangan, serta menjadi salah satu titik awal lintasan kereta api di Jawa.
Dengan kedudukan dan posisinya yang penting dan cukup strategis, Batavia
berkembang dengan pesat dan dinamis, baik dari segi pemerintahan maupun ekonomi
yang semakin meningkat sejak diterapkannya UU Agraria 1870, telah menimbulkan
pula akibat sampingan, yaitu semakin suburnya pertumbuhan prostitusi.
Jika
dilihat, maka dapat dikatakan bahwa porstitusi dimulai pada tahun 1930-1959.
Periode ini setidaknya meliputi masa kolonial akhir, masa pendudukan Jepang,
dan masa awal kemerdekaan Indonesia. Tahun 1930 dipilih sebagai batasan awal
penelitian ini dikarenakan pada tahun tersebut sedang terjadi krisis ekonomi
yang hebat di dunia, di mana efeknya begitu besar di Hindia Belanda. Akibat
krisis ekonomi tersebut, sebagian besar aktifitas perekonomian mengalami
gangguan yang serius. Akibatnya, muncul berbagai persoalan menyangkut upaya
untuk tetap mendapatkan penghasilan agar tetap dapat survive salah satu gejala
yang kemudian tampak cenderung meningkat adalah berkembangnya aktivitas
prostitusi di sentrasentra perekonomian yang sedang goyah, termasuk di Batavia.
Tahun 1959 dipilih sebagai batasan akhir periode dalam makalah ini, karena pada
tahun tersebut terjadi pergantian sistem politik di Indonesia, yaitu dari
demokrasi Parlementer ke demokrasi Terpimpin. Selain itu, sejak tahun 1950an
mulai terjadi arus urbanisasi ke Jakarta seiring dengan perkembangan kota
Jakarta dan adanya proses nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia.
Peningkatan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan lapangan pekerjaan ini
pada akhirnya menimbulkan berbagai persoalan di Jakarta, di antaranya masalah
prostitusi.
Pada
zaman modern sekarang ini, banyak wanita yang menjadi pekerja seksual baik
karena keterpaksaan seperti adanya penipuan dan eksploitasi oleh germo, dan atau
karena keinginan sendiri demi memenuhi kebutuhan atau gaya hidup.
Definisi
Pelacuran
Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat,
yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan
perbaikannya. Pelacuran itu berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree,
yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan,
pergendakan. Sedang prostitue adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula
dengan istilah WTS atau Wanita Tuna Susila. Secara etimologis prostitusi
berasal dari kata prostitutio yang berarti hal menempatkan dihadapkan,
hihadapkan, hal menawar. Adapula yang menghubungkannya dengan kata prostare
yang berarti menjual atau menjajakan (Verkuyl, 1963).
Menurut Bonger (1967) menuliskan bahwa Prostitusi ialah gejala
kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual
sebagai mata pencarian. Pada definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa
penjualan diri sebagai ”profesi” atau mata pencaharian sehari-hari, dengan
jalan melakukan relasi-relasi seksual.
Sedangkan (Kartono, 2003) menyatakan bahwa Prostitusi adalah
penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran” .
Definisi diatas mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis, dan penyerahan diri
wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak
laki-laki. Selanjutnya Kartono (2003) mengemukakan definisi pelacuran sebagai
berikut:
a. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan
seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan
tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali
denganbayak orang (promiskuitas), disertai ekspoitasi dan komersialisasi seks,
yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
b. Pelacuran
merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjualbelikan
badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan
nafsu-nafsu seks, dengan imbalan pembayaran.
c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan
atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual
dengan mendapatkan upah.
Menurut
Pasal
296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan sebagai berikut:
“barang siapa yang pekerjaannya
atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul
dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun
empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah.”
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, “prostitusi” mengandung makna suatu kesepakatan antara
lelaki dan perempuan untuk melakukan hubungan seksual dalam hal mana pihak
lelaki membayar dengan sejumlah uang sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan
biologis yang diberikan pihak perempuan, biasanya dilakukan di lokalisasi,
hotel dan tempat lainnya sesuai kesepakatan
Jenis-jenis prostitusi dapat dibagi
beberapa macam, berdasarkan aktivitasnya prostitusi dibagi menjadi.
1. Prostitusi yang terdaftar
Prostitusi
yang pelakunya diawasi oleh pemerintah,
kepolisan dan bekerjasama dengan lembaga sosial dan lembaga kesehatan.
2. Prostitusi yang tidak terdaftar
Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang
melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan
maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi dan tidak memiliki
tempat tertentu.
Menurut jumlahnya, prostitusi dapat
dibagi dalam:
1. Prostitusi
yang beroperasi secara individual; merupakan single operator
2. Prostitusi
yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur dan rapih.
Jadi mereka tidak bekerja sendiri, melainkan diatur melalui satu siste kerja
organisasi.
Sedangkan,
menurut tempat penggolongan atau lokasinya, prostitusi dibagi menjadi:
1. Segregasi
atau lokalisasi, merupakan tempat pelacuran yang terisolir atau terpisah dari
kompleks penduduk lainnya.
2. Rumah-rumah
panggilan atau call house. Rumah-panggilan
merupakan suatu tempat prostitusi yang berbentuk rumah bias di tengah
lingkungan kampung atau lingkungan penduduk baik-baik, yang secara gelap
menyediakan wanita pelacur.
3. Dibalik
front –organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat. Contohnya, salon
kecantikan, tempat pemandian uap, tempat pijat.
salam, calon psikolog :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar