Rabu, 13 Februari 2013

Bentuk-Bentuk Disleksia


Endang dan Ghozali (1984) mengkategorikan kesukaran membaca (disleksia) dibagi 2 macam :
1.   Disleksia primer
Ciri-ciri: Ada kesukaran membaca terutama dalam mengintegrasi simbol-simbol huruf atau kata-kata, disebabkan kelainan biologis dan tidak didapatkan kelainan saraf yang nyata.
2.  Disleksia Sekunder
a.  Kemampuan membaca terganggu karena dipengaruhi oleh kecemasan, depresi, menolak membaca, kurang motivasi belajar, gangguan penyesuaian diri atau gangguan kepribadian.
b. Sebenarnya dasar teknik kemampuan membaca masih baik (intak), tetapi kemampuan membaca tersebut digunakan secara kurang efektif karena dipengaruhi faktor emosi.
c. Kadang-kadang anak dibawa ke dokter bukan karena keluhan tak dapat membaca tetapi karena keluhan:
1)    Penyesuaian diri yang buruk
2)    Kenakalan
3)   Tidak mau pergi ke sekolah
4)  Neurosa N
5)    Gangguan psikosomatik, dan sebagainya.

Dalam Model Kurikulum Bagi Peserta Didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional (2007). Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca (disleksia) di antaranya berupa:
a.   Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata. Contoh : suruh à disuruh; gula à gulka; buku à bukuku
b.   Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata. Contoh : kelapa à lapa; kompor à kopor; kelas à kela
c.   Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kirikanan. Contoh : buku à duku; palu à lupa; 3 à ε; 4 à μ
d.   Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas bawah. Contoh : m à w; uà n; nana à uaua; mama à wawa; 2 à 5; 6 à 9
e.                   Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka. Contoh : mega à meja; nanas à mamas; 3 à 8

Secara lebih detail penyandang  disleksia biasanya mengalami masalah-masalah seperti :
1. Masalah Fenologi
Masalah Fenologi adalah masalah hubungan sistematik antara huruf dan bunyi.Penderita Disleksia cukup mengalami kesulitan dalam membedakan kata "palu" dengan "paku" , atau salah dalam memahami kata-kata yang memiliki bunyi yang hampir sama seperti "lima belas" dengan "lima puluh" . Kesulitan-kesulitan ini disebabkan karena adanya masalah dalam proses pengolahan input di dalam otak (otak kurang berfungsi baik dalam menghubungkan simbol visual dengan bunyi).

2.  Masalah Mengingat Perkataan
Penyandang disleksia tidak jarang yang memiliki level kecerdasan normal bahkan di atas rata-rata,hanya saja mereka memiliki kesulitan dalam mengingat perkataan .Contohnya mereka mungkin merasa kesulitan dalam menyebutkan nama seseorang,sehingga mereka lebih memilih untuk memanggil dengan istilah seperti "temanku di kampus atau “teman laki-lakiku” daripada mengingat dan menyebutkan namanya. Contoh lain ketika mereka dibacakan cerita,maka mereka akan merasa kesulitan untuk menceritakan kembali tentang cerita yang telah didengar.

3.   Masalah Penyusunan Secara Sistematis
Penyandang disleksia mengalami kesulitan dalam menyusun sesuatu secara sistematis atau berurutan.Misalnya mereka merasa kesulitan dalam mengingat susunan bulan dalam setahun (april-mei- juli - juni -agustus), susunan huruf (a - d - c - b), atau menyebut angka (satu-dua-tiga-enam-lima-empat),dan kesalahan dalam pengurutan lainnya.

4.   Masalah Ingatan Jangka Pendek
Penyandang disleksia mengalami kesulitan dalam memahami instruksi yang panjang dalam waktu yang relatif singkat.Suatu contoh,ibu menyuruh putranya "setelah pulang sekolah langsung ganti baju,kemudian cuci tangan,setelah itu makan,setelah makan segera ambil air wudhu untuk sholat,setelah sholat tidur siang”. Maka kemungkinan besar pederita disleksia tidak melakukan seluruh instruksi dengan sempurna karena mereka tidak mampu mengingat seluruh perkataan atau instruksi panjang dalam waktu yang relatif singkat.

5.   Masalah Pemahaman Sintaks
Penyandang disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata bahasa,terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya berbeda dari yang pertama.Contoh,dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan susunan diterangkan-menerangkan  (contoh: buku merah ) namun dalam bahasa inggris digunakan susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red book).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar