Rabu, 13 Februari 2013

Film Dislexsia : Taree Zame (Every Child is Special)




Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bernama Ishaan Nandkishore Awasthi. Dia berusia 9 tahun, namun telah duduk dibangku kelas 3 selama 2 tahun, berbeda dengan kakaknya (Yohaan ) yang selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya. Nilai-nilai sekolah Ishaan sangat buruk dan tidak mengalami peningkatan selama 2 tahun di kelas 3, bagi Ishaan sekolah merupakan tempat yang menakutkan karena disana dia dijadikan bahan ejekan oleh guru dan teman-temannya atas ketidakmampuannya mengikuti pelajaran. Di rumah pun, dia tertekan oleh orangtua terutama ayahnya (Nandkishore Awasthi) yang selalu beranggapan bahwa Ishaan anak yang nakal. Ayahnya selalu membanding-bandingkan dia dengan kakaknya, Yohaan. Akan tetapi, dibalik ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran, Ia memiliki imajinasi yang tinggi dan berbakat dalam bidang seni , terutama seni lukis.
Karena berbagai alasan, akhirnya orangtua Ishaan memutuskan untuk memindahkan Ishaan ke Sekolah Asrama yang ada di luar kota. Meskipun ibunya (Maya Awasthi) tidak menginginkan hal tersebut, tetapi hal itu terpaksa dilakukan karena menginginkan perubahan sikap dan kemampuan akademis Ishaan menjadi lebih baik.
Setelah beberapa lama berada di Sekolah Asrama, Ishaan tidak mengalami kemajuan, bahkan ia semakin terpuruk dan hari-harinya penuh tekanan. Sama seperti di sekolah lamanya, ia masih kesulitan dalam belajar dan selalu dimarahi oleh guru-gurunya. Didikan sekolah barunya yang memaksa Ishaan untuk seperti anak lainnya, membuat ia semakin tidak percaya diri, semangatnya hilang bahkan melukis yang sangat ia gemari pun tidak lagi ia kerjakan.
Hingga suatu hari, datanglah guru pengganti seni bernama Ram Shankar Nikumbh, seorang guru yang juga mengajar disekolah Tulip (sekolah anak-anak berkebutuhan khusus). Nikumbh adalah orang pertama yang menyadari adanya kelainan pada diri Ishaan dengan melihat cara Ishaan menulis dan sikapnya yang berbeda. Kelainan tersebut dikenal dengan disleksia yaitu suatu kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan orang tersebut dalam mengenal huruf. Atas kepeduliannya pada Ishaan, Nikumbh menemui kedua orang tua Ishaan untuk memberikan pengertian tentang kondisi Ishaan bahwa Ishaan sebenarnya mempunyai kelainan yaitu disleksia.
Mulanya kedua orangtua Ishaan tidak menerima apa yang telah dikatakan oleh Nikumbh, namun setelah Nikumbh menunjukan hasil tulisan Ishaan baru mereka menyadari bahwa yang diutarakan oleh Nikumbh tersebut adalah benar. Nikumbh terkaget melihat semua hasil karya Ishaan yang ternyata bakat Ishaan sangat luar biasa, imajinasi seorang anak seperti Ishaan dicurahkan kepada gambar-gambar dan lukisan –lukisan yang sangat indah. Nikumbh pun mengerti apa yang harus dia lakukan terhadap Ishaan. Dengan waktu, kesabaran dan perawatan Nikumbh berhasil dalam mendorong tingkat kepercayaan Ishaan. Sedikit demi sedikit Nikumbh mengajari Ishaan menulis, membaca dan berhitung. Akhirnya, Ishaan pun dapat membaca menulis juga berhitung seperti teman-temannya. Dalam perlombaan melukis yang diadakan oleh Nikumbh, Ishaan mendapatkan juara 1, mengalahkan Nikumbh sendiri. Orang tua, guru-guru serta orang-orang sekitar Ishaan menyadari bahwa Ishaan bukan anak yang abnormal, tetapi anak yang sangat khusus dengan bakat seni yang luar biasa. Akhirnya Ishaan menjadi anak yang periang dan bisa bergaul dengan teman-teman lainnya.

Analisis
Pada awalnya tidak ada yang mendiagnosis Ishaan mengalami disleksia. Anak laki-laki ini mendapatkan label sebagai anak bodoh, nakal, sulit bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Orangtua Ishaan tidak memiliki pengetahuan tentang disleksia, mereka justru sering mambandingkan anak bungsu ini dengan kakaknya yang bisa mengikuti pelajaran akademik dengan sangat baik.
Diagnosis disleksia ditegakkan oleh guru Ishaan di sekolah asramanya. Nikumbh mendapat kesimpulan tersebut setelah melihat tulisan dalam buku catatan murodnya tersebut yang banyak mengandung kesalahan, misalnya menulis huruf yang seharusnya b menjadi d atau sebaliknya, terbalik saat menulis huruf S atau R, menulis kalimat dengan ejaan yang salah (t-o-p= pot, s-o-l-i-d= soild), selain itu dalam menulis angkapun demikian, misalnya 4, 7, 9, 3 yang ditulisnya terbalik.
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, kemungkinan Ishaan mengalami disleksia primer. Beberapa gejala yang tampak dalam film antara lain kemampuan ketrampilan motorik lebih baik daripada kemampuan verbal, sukar membedakan huruf: d, b, p, menyusun kata terbalik-balik (reversal) atau susunan kata tak teratur. Satu hal yang juga menonjol dari tokoh Ishaan adalah daya imajinasinya yang sangat tinggi dan keahliannya dalam hal menggambar yang menakjubkan. Kedua hal ini dimanfaatkan gurunya untuk membantu Ishaan belajar membaca dan menulis.
Nikhumb menggunakan metode remedial teaching secara individu setelah jam belajar sekolah usai. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan belajar Ishaan yang berbeda dengan teman-temannya di kelas. Dengan sabar Nikhumb mengajarkan Ishaan mengenal huruf dan angka dengan cara mengadaptasi model behavioral, belajar menulis dengan media yang besar kemudian secara perlahan menuliskannya di atas kertas dengan ukuran kecil, belajar berhitung dengan permainan, dan belajar membaca dengan dongeng yang bisa memicu imajinasi Ishaan.
Selain membantu Ishaan mengatasi defisit dalam membca, menulis, dan berhitung, Nikhumb juga memotivasi Ishaan sehingga mau bersosialisasi dengan teman-teman dan percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. Nikhumb menemui orangtua Ishaan dan menjelaskan kondisi anak mereka dengan tujuan keluarga bisa menerima Ishaan dengan lebih baik. Faktor-faktor psikologis dan motivasional yang diperkuat oleh orang lain tampaknya berperan penting pada hasil yang dicapai penderita gangguan belajar. Faktor-faktor seperti status ekonomi, ekspektansi kultural, interaksi dan ekspektasi orangtua, praktik manajemen anak, bersama-sama dengan berbagai macam defisit neurologis dan jenis dukungan yang diberikan di sekolah tampaknya menentukan kemampuan penderita disleksia terlepas dari kendala yang dihadapinya (Young & Beitcman, dalam Durand & Barlow, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar